Friday, June 19, 2009

Surat dari anak pintar

SURAT DARI ANAK PINTAR

Sang Ayah mendapati kamar itu sudah rapi,
dengan selembar amplop bertuliskan "Untuk ayah" diatas kasurnya..
perlahan dia mulai membuka surat itu...

Ayah tercinta,
Aku menulis surat ini dengan perasaan sedih dan sangat menyesal.
Saat ayah membaca surat ini, aku telah pergi meninggalkan rumah.
Aku pergi bersama kekasihku, dia cowok yang baik,
setelah bertemu dia.. ayah juga pasti akan setuju
meski dengan tatto2 dan piercing yang melekat ditubuhnya,
juga dengan motor bututnya serta rambut gondrongnya.

Dia sudah cukup dewasa, meskipun belum begitu tua
(aq pikir jaman sekarang 42 tahun tidaklah terlalu tua).
Dia sangat baik terhadapku, terlebih lagi
dia adalah ayah dari anak di kandunganku saat ini.
Dia memintaku untuk membiarkan anak ini lahir
dan kita akan membesarkannya bersama.
Kami akan tinggal berpindah-pindah,
dia punya bisnis perdagangan extacy yang sangat luas,
dia juga telah meyakinkanku bahwa marijuana itu tidak begitu buruk.

Kami akan tinggal bersama sampai maut memisahkan kami.
Para ahli pengobatan pasti akan menemukan obat untuk AIDS
jadi dia bisa segera sembuh.
Aq tahu dia juga punya cewek lain,
tapi aq percaya dia akan setia padaku dengan cara yang berbeda.

Ayah.. jangan khawatirkan keadaanku.
Aku sudah 15 tahun sekarang, aku bisa menjaga diriku.
Salam sayang untuk kalian semua..
Oh iya, berikan bonekaku untuk adik, dia sangat menginginkannya..

----Masih dengan perasaan terguncang dan tangan gemetaran,
sang ayah membaca lembar kedua surat dari putri tercintanya itu........

ps: Ayah, .... tidak ada satupun dari yang aku tulis diatas itu benar,
aku hanya ingin menunjukkan ada ribuan hal
yg lebih mengerikan daripada nilai Rapotku yg buruk.
Kalau ayah sudah menandatangani rapotku diatas meja,
panggil aku ya...
Aku tidak kemana2 saat ini aku ada di tetangga sebelah....

Monday, June 15, 2009

Sebuah Renungan Penjual Kerupuk

SEBUAH RENUNGAN PENJUAL KERUPUK"
Jakarta, 12 Mei 2009, Oleh Chappy Hakim

Pada tahun 1969, Saya mengikuti Latihan Para Dasar, terjun payung statik diPangkalan Udara Margahayu Bandung. Menjalani latihan yang cukup berat bersama dengan lebih kurang 120 orang dan ditampung dalam dua Barak panjang tempat latihan terjun tempur.

Setiap makan Pagi, Siang dan Malam hari yang dilaksanakan di barak, kami memperoleh makanan ransum latihan yang diberikan dengan ompreng dan atau rantang standar prajurit. Diujung barak tersedia drum berisi sayur, dan disamping nya ada sebuah karung plastik berisi kerupuk milik seorang ibu setengah baya warga sekitar asrama prajurit yang dijual kepada siapa saja yang merasa perlu untuk menambah lauk makanan jatah yang terasa kurang lengkap bila tidak ada kerupuk. Sang ibu paruh baya ini, tidak pernah menunggu barang dagangannya.

Setiap pagi, siang dan malam menjelang waktu makan dia meletakkan karung plastik berisi krupuk dan disamping nya diletakkan pula kardus bekas rinso untuk uang, bagi orang yang membeli kerupuknya. Nanti setelah selesai waktu makan dia datang dan mengemasi karung plastik dengan sisa kerupuk dan kardus berisi uang pembayar kerupuk.

Iseng, saya tanyakan, apakah ada yang nggak bayar Bu? Jawabannya cukup mengagetkan, dia percaya kepada semua siswa latihan terjun, karena dia sudah bertahun-tahun berdagang kerupuk di barak tersebut dengan cara demikian. Hanya meletakkan saja, tidak ditunggu dan nanti setelah semuanya selesai makan dia baru datang lagi untuk mengambil sisa kerupuk dan uang hasil jualannya. Selama itu, dia tidak pernah mengalami defisit. Artinya tidak ada satu pun pembeli kerupuk yang tidak bayar. Setiap orang memang dengan kesadaran mengambil kerupuk, lalu membayar sesuai harganya. Bila dia harus bayar dengan uang yang ada kembaliannya, dia bayar dan mengambil sendiri uang kembaliannya di kotak rinso kosong tersebut.

Demikian seterusnya. Beberapa pelatih terjun, bercerita bahwa dalam pengalamannya, semua siswa terjun payung yang berlatih disitu dan menginap dibarak latihan tidak ada yang berani mengambil kerupuk dan tidak bayar.. Mereka takut, bila melakukan itu, khawatir payung nya tidak mengembang dan akan terjun bebas serta mati berkalang tanah.
Sampai sekarang, saya selalu berpikir, mengapa orang sebenarnya bisa jujur dan dapat dipercaya, hanya karena pintu kematian berada didepan wajahnya.

Yang saya pikirkan, bagaimana caranya membuat Manusia setiap saat berada dalam kondisi atau suasana latihan terjun, mungkinkah?