Tuesday, December 21, 2010

Tatkala Allah melawat umatNya

Mengutip cerita Natal dibawah ini
dari buku Eka Darmaputera,
Tatkala Allah melawat umatNya.

Pada suatu Malam Natal,
seorang istri mengajak suaminya menghadiri
sebuah kebaktian malam Natal di gereja. Suaminya menolak.
la berkata, "Tidak. Saya akan menjadi orang munafik jika
saya menghadiri kebaktian malam Natal,
sementara saya tidak sedikit pun percaya akan hal-hal seperti itu."

Oleh karena itu, pergilah sang istri seorang diri.
Sang suami tinggal sendirian di rumah, di dekat perapian,
sebab di luar sedang ada badai salju
yang cukup hebat dan udara amat dingin.

Sementara dengan tenang ia menikmati kehangatan,
ia mendengar tiga kali suara benturan
cukup keras di jendela kaca rumahnya.
Ia bangkit. Dari kaca jendela itu ia melihat ke luar.
Apa yang ia lihat?
Di tengah badai salju, ditengah cuaca dingin,
ia melihat tiga burung kecil terkapar di tanah
yang sudah diseli-muti salju yang tebal.
Ketiga burung itu rupanya
mau masuk ke rumah mencari kehangatan,
tetapi terbentur kaca jendela.
Jadi "bum" - dan terkapar di situ.

Kini laki-laki itu melihat burung-burung itu
mencoba untuk bangkit dan melompat.
Mereka tahu, mereka tidak dapat terus berada di situ
atau mereka akan mati.
Tetapi laki-laki itu juga tahu,
burung-burung itu tidak mempunyai
tempat lain untuk menyelamatkan diri,
kecuali masuk ke dalam rumah.

Oleh karena itu, ia segera mengenakan pakaian hangat,
sepatu boot, pelindung kepala, dan sebagainya.
la berjalan ke luar rumah
untuk menyelamatkan burung-burung itu.
Tetapi apa yang terjadi?
Burung-burung itu rupanya
tidak menyadari maksud baik laki-laki tersebut.
Begitu tangannya terulur untuk menangkap,
burung-burung itu melompat menjauh.
Begitulah setiap kali.

Laki-laki itu segera kembali ke dalam rumah.
la mengambil beberapa potong roti.
Lalu menebarkan potongan-potongan roti itu
sedemikian rupa sehingga burung-burung itu
terpancing masuk ke dalam rumah.
Burung-burung itu mulai memakan potongan-potongan roti itu,
bergerak semakin dekat ke rumah.
Tetapi begitu sudah cukup dekat,
dan burung-burung itu melihat laki-laki itu di depan pintu,
mereka ketakutan dan kembali terbang menjauh.

Laki-laki itu putus asa. la begitu ingin menolong,
tetapi burung-burung itu tidak mau ditolong.
Padahal ia tahu persis bahwa tanpa pertolongan,
burung-burung itu pasti akan mati kedinginan.
la memutar otak, sambil mencari akal.
Dengan menghela napas panjang
ia berkata kepada dirinya sendiri,
"Kalau saja aku dapat menjadikan diriku sama seperti mereka,
menjadi burung, pasti mereka akan mempercayaiku,
dan mereka akan selamat.
Tetapi bagaimana mungkin aku menjadi burung?"

Sementara itu, dari kejauhan
ia mendengar bunyi lonceng gereja,
mengingatkan orang bahwa kebaktian malam Natal
akan dimulai 5 menit lagi.
Laki-laki itu tersentak.
Baru sekarang ia me-nyadari arti Natal itu.
Yesus telah melakukan apa yang tak mungkin ia lakukan.
la tidak mungkin menjadi burung.
Tetapi Yesus telah menjadi manusia.
Namun, walaupun begitu,
ia dan banyak orang tetap begitu bodoh.
Seperti burung yang tahu akan binasa tetapi
tetap saja tak mau dan tak bersedia untuk diselamatkan.

Kali ini ia tidak mau bertindak bodoh lagi.
Ia segera mengenakan pakaian terbaiknya.
Berjalan menuju gereja, merayakan malam Natal.
Di halaman rumah,
ia melihat burung-burung itu telah mati.
"Aku tak mau mengalami nasib yang serupa,"
katanya dalam hati.

Mudah-mudahan kita juga tidak, bukan?

No comments: